Minggu, 04 Maret 2012

Teori Ekonomi 2 Bab.1

I. Pendahuluan
Secara umum, ilmu ekonomi berguna karena ia memberikan petunjuk-petunjuk mengenai kebijaksanaan apa yang bisa diambil untuk menanggulangi suatu permasalahan ekonomi tertentu. Ekonomi makro, sebagai satu cabang dan ilmu ekonomi, berkaitan dengan permasalahan kebijaksanaan tertentu, yaitu permasalahan kebijaksanaan makro.
Tugas pengendalian makro adalah juga mengusahakan agar perekonomian bisa bekerja dan tumbuh secara seimbang, terhindar dan keadaan-keadaan yang bisa mengganggu keseimbangan umum tadi. Pengelolaan yang lebih khusus atas masing-masing sektor perekonomian bukan bagian dan tugas pengendalian makro, meskipun menjaga keseimbangan antara masing-masing sektor termasuk di dalam tugas tersebut.
II. Permasalahan Ekonomi Makro
Secara garis besar, permasalahan kebijaksanaan makro mencakup dua permasalahan pokok:
a. Masalah jangka pendek atau masalah stabilisasi. Masalah ini berkaitan dengan bagaimana “menyetir” perekonomian nasional dan bulan ke bulan, dan triwulan ke triwulan atau dan tahun ke tahun, agar terhindar dan tiga “penyakit makro” utama yaitu:
1) inflasi,
2) pengangguran dan
3) ketimpangan dalam neraca pembayaran.
b. Masalah jangka panjang atau masalah pertumbuhan. Masalah ini adalah mengenai bagaimana kita “menyetir” perekonomian kita agar ada keserasian antara pertumbuhan penduduk, pertambahan kapasitas produksi, dan tersedianya dana untuk investasi. Pada asasnya masalahnya juga berkisar pada bagaimana menghindari ketiga penyakit makro di atas, hanya perpektif waktunya adalah lebih panjang (lima tahun, sepuluh tahun, atau bahkan dua puluh lima tahun).
Dalam analisa jangka pendek faktor-faktor berikut ini kita anggap tidak berubah atau tidak bisa kita ubah:
(a) Kapasitas total dan perekonomian kita. Kegiatan investasi dalam jangka pendek, masih mungkin dilakukan, tetapi ha nya dalam arti khusus, yaitu sebagai pengeluaran investasi berupa penambahan stok barang jadi, setengah jadi atau pun barang mentah di dalam gudang para pengusaha, dan pengeluaran oleh perusahaan-perusahaan untuk pembelian barang-barang modal (mesin-mesin, konstruksi gedung-gedung dan sebagainya). Tetapi yang perlu diingat, “jangka pendek” yang kita maksud di sini adalah begitu pendek sehingga pengeluaran (pembelian) barang-barang modal tersebut beleum bias menambah kapasitas produksi dalam periodesasi tersebut. (Yaitu mesin-mesin sudah dibeli tapi belum dipasang).
(b) Jumlah penduduk dan jurnlah angkatan kerja. Dalam suatu triwulan misalnya, jumlah-jumlah mi praktis bisa dianggap tidak berubah.
(c) Lembaga-lembaga sosial, politik, dan ekonomi yang ada.
Selanjutnya dari segi teori, apabila kita ingin “menyetir” perekonomia kita dalam jangka pendek, kita harus melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang bersifat jangka pendek pula, misalnya dengan jalan :
  1. menambah jumlah uang yang beredar,
  2. menurunkan bunga kredit bank,
  3. mengenakan pajak import,
  4. menurunkan pajak pendapatan atau pajak penjualan,
  5. menambah pengeluaran pemerintah,
  6. mengeluarkan obligasi negara dan sebagainya.
Kebijaksanaan-kebinksanaan semacam ini mempunyai ciri umum bahwa kesemuanya bisa dilakukan tanpa harus mengubah ketiga factor tersebut di atas.
Jadi seandainya kita menginginkan kenaikan produksi dalam jangka pndek, kita bisa melakukannya dengan, misalnya:
  1. memperlancar distribusi bahan-bahan mentah kepada para produsen,
  2. mendorong pcngusaha untuk mempergunakan pabrik-pabriknya secara lebih intensif (menambah giliran kerja/shift),
  3. memberikan kerja lembur kepada para karyawan dan sebagainya.
Kehijaksanaan-kebijaksanaan semacam mi bisa menaikkan arus produksi barang/jasa tanpa mengubah ketiga faktor di atas. Kesemuanya ini adalah kebijakilnaan-kebijaksanaan jangka pendek. Dan kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam inilah yang sering diandalkan untuk tujuan stabilisasi.
Meskipun demikian perlu kita catat di sini bahwa dalam praktek yang berkaitan antara masalah jangka pendek dan masalah jangka panjang, adalah sangat erat, terutama bagi negara-negara sedang berkembang. Dengan lain kata, kita seringkali tidak bisa mengkotakkan secara jelas mana yang jangka pendek dan mana yang jangka panjang.
Di banyak negara-negara sedang berkembang, kita tidak bisa melakukan kebijaksanaan stabilisasi yang terlepas dan kebijaksaanaan pembangunan ekonomi (jangka panjang). Seringkali kebijaksanaa-kebijaksanaan jangka pendek yang kita sebutkan di atas, meskipun kita Iaksanakan secara setepat-tepatnyapun, tidak bisa menghilangkan secara tuntas penyakit makro, seperti inflasi dan pengangguran yang diderita oleh masyarakat dalam jangka pendek. Sebabnya adalah bahwa di negara-negara tersebut seringkali penyakit iniflasi dan pengangguran tersebut berakar pada sebab-sebab “sturuktural,” yaitu pada faktor-faktor yang hanya bisa berubah atau diubah dalam jangka panjang dan biasanya melalui pembangunan ekonomi dan social.
III. Kerangka Analisa makro
Setelah kita mengetahui duduk persoalan mengenai masalah -masalah pokok apa yang dikaji dalam ekonomi makro, maka pertanyaan selanjutnya adalah mengetahui bagaimana mengaji masalah- masalah tersebut sehingga bisa diperoleh jawaban yang diinginkan.
Terdapat dua aspek utama dan kerangka analisa ini. Yang pertarna adalah aspek mengenai “apa” yang disebut kegiatan ekonomi makro dan “di mana” kegiatan tersebut dilakukan. Yang kedua adalah aspek mengenai “siapa” pelaku-pelakunya.
a. Empat pasar Makro
Dalam analisa ekonomi makro kita melihat kegiatan ekonomi nasional secara lebih menyeluruh dibanding dengan apa yang kita pelajari dalam ekonomi Mikro. Kita tidak lagi melihat pasar beras, pasan blue jeans, pasar rokok kretek, pasar Honda secana sendiri-sendiri. mi sesuai dengan pengertian mengenai “pengendalian umum” di alas. Di sini kita melihat pasar-pasar tersebut dan pasar-pasar barang/jasa lainnya sebagai satu pasar besar, yang kita ben nama “pasar barang”. Tetapi dalam ekonomi makro kita tidak hanya mempelajani satu pasar ini saja. Perekonomian nasional kita lihat sebagai suatu sistem yang terdiri dan empat pasar besar yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu:
(a) Pasar Barang
(b) Pasar Uang
(c) Pasar Tenaga Kerja
(d) Pasar Luar Negeri
Di pasar luar negeri permintaan akan barang ekspor kita he. sama dengan penawaran akan barang tersebut menentukan harga rata-rata ekspor kita dan kuantitas atau volume  ekspor, Harga – harga dikalikan volume ekspor memberikan penerimaan devisa ekspor. Di pasar yang sama permintaan masyarakat kita akan barang-barang impor dan menentukan harga rata-rata impor dan ‘ volume impor. Juga di sini, harga rata-rata dikalikan volume import memberikan pengeluaran devisa kita untuk impor barang-barang/jasa tersebut. Untuk pasar luar negeri, seringkali menggabungkan pasar eksport dan pasar impor dan mengamai apa yang terjadi dengan:
(a)          Neraca Perdagangan, yaitu penerimaan devisa ekspor dikurangi pengeluaran devisa untuk import atau Neraca Pembayaran apabila kila ingin pula mengetahui tentang aliran keluar-masuknya modal
(b)         Dasar Penukaran Luar Negeri(terms of trade), yaitu harga rata-rata ekspor kita dibagi dengan harga rata-rata impor kita.
(c)          Cadangan Devisa, yaitu persediaan devisa yang kita pun pada awal tahun plus saldo neraca pembayaran.
Dalam teori ekonomi makro mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Karena P dan Q tersebut adalah hasil pertemuan (atau perpotongan) antara kurva permintaan dan kurva penawaran, maka ini berarti bahwa teori ekonomi makro pada pokoknya mempelajari faktor-faktor apa yang mempengaruhi posisi kurva permintaan dan penawaran di masingmasing pasar.
Selanjutnya dengan diketahuinya faktor-faktor ini dan pengaruhnya terhadap posisi kurva permintaan dan penawaran, maka kita selanjutnya bisa menanyakan faktor-faktor mana di antara semua factor-faktor tersebut yang bisa dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonominya. Dengan demikian kita bisa mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan mana yang bisa digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi P dan Q di masing-masing pasar. Inilah tujuan akhir dan mempelajari teori makro, yaitu untuk digunakan sebagai petunjuk bagi pemilihan atau perumusan kebijaksanaan.
b.Lima Pelaku Makro
Dalam teori makro kita menggolongkan orang-orarig atau lembaga-lembaga yang melakukan kegiatan ekonomi menjadi limo kelompok besar, yaitu:
(a) Rumah Tangga,
(b) Produsen,
(c) Pemerintah,
(d) Lembaga-lembaga Keuangan,
(e) Negara-negara Lain.
Kegiatan dan kelima kelompok pelaku ini serta kaitannya dengan keempat pasar di atas dimana :
> Permintaan :
1. Pengeluaran konsumsi oleh Rumah Tangga
2. Belanja barang oleh Pemerintah
3. Investasi oleh Perusahaan
4. Ekspor ke luar negeri
5. Kebutuhan tenaga kerja oleh Pemerintah
6. Kebutuhan tenaga kerja oleh Perusahaan
7. Kebutuhan uang tunai dan kredit
8. Kebutuhan Rumah Tangga akan uang tunai
9. Kebutuhan Perusahaan-perusahaan Asing akan rupiah
> Penawaran
  1. Hasil produksi dalam negeri
  2. Impor dan luar negeri
  3. Tenaga kerja yang disediakan oleh Rumah Tangga
  4. Suplai uang kartal
  5. Tabungan Rumah Tangga
  6. Suplai uang giral
  7. Suplai dana luar negeri.
* Kelompok Rumah Tangga melakukan kegiatan-kegiatan pokok seperti:
(a)    menerima penghasilan dan para produsen dan “penjualan” teraga kerja mereka (upah), deviden, dan dan menyewakan tanah hak milik mereka.
(b)   menerima penghasilan dari lembaga keuangan berupa bunga atas simpanan-simpanan mereka;
(c)    membelanjakan penghasilan tersebut di pasar barang (sebagai konsumen);
(d)   menyisihkan sisa dan penghasilan tersebut untuk ditabung pada lembaga-lembaga keuangan;
(e)    membayar pajak kepada pemerintah;
(f)     masuk dalam pasar uang sebagai “peminta” (demanders) karena kebutuhan mereka akan uang tunal untuk misalnya transaksi sehari-hari.
**Kelompok Produsen melakukan kegiatan-kegiatan pokok berupa:
(a)    memproduksikan dan menjual barang-barang/jasa-jasa (yaitu sebagai supplier di pasar barang);
(b)   Menyewa/menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh kelompok rumah tangga untuk proses produksi;
(c)    menentukan pembelian barang-barang modal dan stok barang-barang lain (selaku investor masuk dalam pasar barang sebagai peminta atau demander);
(d)   meminta kredit dan lembaga keuangan untuk membiayai investasi mereka (sebagai demander di pasar uang);
(e)    membayar pajak.
***Kelompok Lembaga Keuangan mencakup semua bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan lainnya kecuali bank sentral (Bank Indonesia), Kegiatan mereka berupa:
(a)    menerima simpanan/deposito dan rumah tangga;
(b)   menyediakan kredit dan uang giral (sebagai supplier dalam pasar uang).
(c)    Pemerintah (termasuk di dalamnya bank sentral) melakukan kegiatan berupa:
-   menarik pajak langsung dan tak langsung;
-   membelanjakan penerimaan negara untuk membeli barang-barang kebutuhan pernerintah (sebagai demander di pasar barang),
-   meminjam uang dan luar negeri;
-   menyewa tenaga kerja (sebagai demander di pasar tenaga kerja);
-   menyediakan kebutuhan uang (kartal) bagi masyarakat (sebagai supplier di pasar uang).
Negara-negara lain:
(a)    menyediakan kebutuhan barang impor (sebagai supplier di pasar barang);
(b)   membeli hasil-hasil ekspor kita (sebagai demander di pasar barang);
(c)    menyediakan kredit untuk pemerintah dan swasta dalam negeri;
(d)   membeli dan pasar barang untuk kebutuhan cabrng perusahaannya di Indonesia (sebagai investor);
(e)    masuk ke dalam pasar uang dalam negeri sebagai penyalur uang (devisa) dan luar negeri (sebagai supplier dana) dan sebagai peminta kredit dan uang kartal rupiah untuk kebutuhan cabang-cabang perusahaan mereka di Indonesia (demander akan dana). (Singkatnya, sebagai penghubung pasar uang dalam negeri dengan pasar uang luar negeri).
IV Teori-teori Makro
DASAR FILSAFAT TEORI KEYNES
Menghadapi masalah depresi dan pengangguran yang begitu hebat, kaum sosialis di negara-negara Barat mengatakan bahwa kesalahannya terletak pada sistem perekonomian itu sendiri, yaitu sistem laissez faire atau liberalisme atau kapitalisme. Selama kita masih mempercayakan pengelolaan perekonomian kita pada para rodusen swasta yang perdefinisi hanya bertujuan mengejar keuntungan mereka pribadi, maka depresi, pengangguran, dan juga inflasi akan tetap menjadi penyakit perekonomian yang menghantui Kita dan waktu ke waktu. Penyakit-penyakit ini adalah konsekuensi logis dan sistem kapitalisme. Mereka (kaum sosialis) mengusulkan perombakan sistem perekonornian menjadi sistem sosialis, yaitu sistem di mana faktor-produksi tidak lagi bisa dirniliki oleh pengusaha swasta, tetapi hanya bisa dimiliki oleh negara (masyarakat). Semua kegiatan produksi dikuasai negara, yang dalam teori paling tidak, mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi/golongan. Motif mengejar keuntungan bukan lagi sebagai motif utama untuk menggerakkan produksi (seperti dalam sistem kapitalis).
“Obat” semacam ini ternyata dianggap terlalu drastis, dan orang-orang di negara-negara Barat yang sudah begitu lama terbiasa dengan kebebasan berusaha tidak banyak yang bisa menerimanya. Mengubah sistem semacam itu berarti mengubah cara hidup dan ke biasaan hidup yang sudah mendarah daging pada mereka. Tentunya ada “obat” yang tidak terlalu pahit yang bisa menolong sistem perekonomian mereka. Keynes ada pada posisi yang unik dalam se jarah pemikiran ekonomi Barat, karena pada saat-saat krisis ideologi semacam itu ia bisa menawarkan suatu pemecahan yang merupakan “jalan tengah”.
Keynes mengatakan bahwa untuk menolong sistem perekonomian negara-negara tersebut, orang harus bersedia meninggalkan ideologi laissez faire yang murni yang terkandung dalam pemikiran Klasik. Tidak bisa tidak, demikian Keynes, Pemerintah harus melakukan lebih banyak campur tangan yang aktif dalam mengendalikan perekonomian nasional. Pendapat bahwa peranan Pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus seminimal mungkin sehingga tidak merongrong hak asasi manusia, kebebasan berusaha dan mengabdikan pada bekerjanya “natural laws”, haruslah ditinggalkan atau pling tidak diubah. Keynes berpendapat bahwa kegiatan produk dan pemilikan faktor-faktor produksi, masih tetap bisa dipercayakan kepada pengusaha swasta, tetapi sekarang pemerintah wajib melakukan kebijaksanaan yang aktif untuk mempengaruhi gerak perekonomian.
Dalam masa depresi misalnya, Pemerintah harus bersedia (atau diperbolehkan) untuk melaksanakan program-program dan kegiatan-kegiatan yang langsung bisa menyerap tenaga kerja yang tidak dapat memperoleh pekerjaan di sektor swasta, meskipun hal itu hanya bisa dilaksanakan dengan mengakibatkan defisit di anggaran belanja negara. (Perlu ditekankan di sini bahwa pada waktu itu sistem anggaran beda yang seimbang adalah satu-satunya sistem yang dianggap terbaik bidang pengelolaan keuangan negara). Sebaliknya, bila terjadi inflasi yang disebabkan karena permintaan masyarakat akan barang barang/jasa melebihi apa yang bisa diproduksikan dengain kapasita yang ada, Pemerintahpun harus bersedia mengurangi pengeluarannya sehingga terjadi surplus dalam anggaran belanjanya. Surplus anggaran ini bisa merupakan rem bagi permintaan masyarakat yang berlebihan tadi. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah bahwa Pemerintah harus bersedia melakukan kebijaksanaan secara aktif dan sadar. Keynes tidak percaya akan kekuatan hakiki dari sistem laissez faire untuk mengkoreksi diri sendiri, yaitu untuk kembali kepada posisi “full employment” secara otomatis. Full enployment merupakan sesuatu yang hanya bisa dicapai dengan tindakan-tindakan terencana, dan bukan sesuatu yang akan datang dengan sendirinya. Inilah inti dan ideologi Keynesian isme.
PASAR BARANG
Kemungkinan Kelebihan Produksi. Keynes menolak Hukum Say. Menurut Keynes kelebihan produksi secara umum bisa terjadi. elebihan permintaan ini terjadi bila permintaan masyarakat akan barang-barang/jasa tidak cukup kuat. Demand yang ada tidak cukup untuk menyerap supply yang ditawarkan. Bagaimana ini bisa terjadi? Pada asasnya Keynes masih menerima pendapat Say bahwa setiap proses produksi mempunyai akibat ganda, yaitu menghasilkan output dan menghasilkan pen ghasilan kepada masyarakat sebesar nilai output tersebut.
Dengan demikian pada suatu waktu tertentu daya beli memang tersedia dalam jumlah yang cukup di masyarakat untuk “membeli” barang/jasa yang diproduksikan. Tetapi daya beli yang dimiliki oleh masyarakat tersebut tidak selalu harus sama dengan daya beli yang betul-betul dibelanjakan oleh masvarakat di pasar barang. Dengan kata lain, sebagian dan daya beli tersebut mungkin betul-betul diterjemahkan menjadi permintaan efektif di pasar barang. Tetapi sebagian lain dan daya beli tersebut mungkin akan ditabung oleh masyarakat. Menabung tidak menambah permintaan efektif di pasar barang. Jadi tidak seluruh penghasilan (daya beli) yang diperoleh masyarakat secara langsung diter jemahkan menjadi permintaan efektif. Di sinilah Keynes berbeda dengan Say. Say mengatakan bahwa seluruh penghasilan tersebut akhirnya akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif, dus tidak akan ada kekurangan permintaan efektif, dan tidak mungkin ada kelebihan produksi secara menyeluruh.
Untuk menerangkan pendapat Keynes secara lebih jelas kita anggap hanya ada dua sektor: sektor rumah-tangga dan sektor pro dusen. Keynes mengatakan bahwa sebagian dari penghasilan yang tidak dibelanjakan oleh sektor rumah-tangga (yaitu yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan) tidak menimbulkan permintaan efektif. Hanya apabila daya beli yang ditabung tersebut dipinjamkan oleh lembaga keuangan kepada sektor produsen untuk membiayai “investasi” mereka, maka daya beli tersebut berubah menjadi permintaan efektif di pasar barang. (Kita ingat bahwa “investasi” di artikan sebagai pembelian barang-barang oleh para produsen untuk keperluan penambahan stok di gudang mereka dan untuk keperluan perluasan kapasitas produksi mereka, yaitu pembelian mesin-mesin, pembangunan gedung-gedung dan sebagainya). Jadi jelas bahwa pada suatu waktu tidak ada jaminan bahwa seluruh daya beli yang ditabung tersebut akan diterjemahkan menjadi permintaan efektif d pasar barang. Semuanya mi tergantung kepada apakah para pr dusen mau mempergunakan daya beli yang ditabung pada Iembag lembaga keuangan tersebut untuk pembelian barang-barang (inve tasi). Kalau misalnya para produsen hanya mau mempergunakai separoh dan tabungan tersebut, maka ini berarti bahwa permintaa,’ efekt di pasar barang berjumlah kurang dan nilai dan seluruh out put yang ditawarkan di pasar tersebut, Dengan lain kata, tida semua barang yang diproduksjkan akan terbeli (jadi ada ke1ebiha produksi umum).
Apa yang terjadi kemudian bila tidak semua barang yang diproduksikan dalam suatu periode (misalnya, triwulan) bisa terbeli? ada dua akibat yang bisa terjadi.
-         Pertama, para produsen akan nengu rangi produksi mereka untuk periode berikutnya. Jadi, GDP dalani triwulan berikutnya turun.
-         Kedua, dan ini bisa terjadi bersamaan dengan akibat pertama tersebut, harga-harga barang turun. Sesuat dengan hukum penawaran dan permintaan biasa, bila permintaan lebih kecil dan penawaran, maka harga cenderung untuk turun.
Sampai berapa jauh kekurangan perrnintaan efektif akan meng akibatkan turunnya GDP (dalam periode berikutnya) dan sampai berapa jauh akan menurunkan harga, sangat tergantung khususnya pada apakah harga-harga barang cukup fleksibel ke bawah (yaitu bisa turun). Dalam kenyataan memang ada barang yang harganya sulit untuk turun, meskipun ada kelebihan produksi. ( yang harga jualnya ditentukan atas dasar biaya pro duksi biasanya tidak mau turun, meskipun terjadi kelebihan pro duksi barang-barang tersebut). Kalau demikian halnya, maka kekurangan permintaan efektif tersebut akan lebih banyak mengakibatkan penurunan produksi (GDP) dalam periode beri kutnya.
Apabila seandainya harga-harga cukup fleksibel ke bawah. maka harga-harga akan turun cukup jauh, sehingga permintaan akan barang-barang tersebut mulai naik kembali. (Ingat hukum permintaan biasa, yang mengatakan bahwa kalau harga sesuatu barang turun maka jumlah yang dirninta naik). Jadi kalau harga cukup flek sibel maka penurunan produksj (GDP) pada periode berikutny tidak akan sebesar kalau harga-harga tidak mau turun. Jadi, lebih s dikit orang-orang yang dipecat dan pekerjaan mereka (yaitu, Ieh sedikit akibat penganggurannya) Perlu ditekankan lagi di sini bahw rnekanisme atau proses penyesuaian dengan harga yang fleksibel inilah yang terlalu diandalkan oleh kaum Kiasik, sehingga mereka percaya bahwa kalau saja harga-harga fleksibel maka depresi, atau penurunan GDP (dan selanjutnya pengangguran) akan terkoreksi secara otomatis.
Kemungkinan Kekurangan Produksi. Keadaan sebaliknya, yaitu kekurangan produksi secara umum juga mungkin terjadi. Kalau para produsen ternyata memutuskan untuk melakukan investasi dalam jumlah yang lebih besar daripada daya beli yang ditabung oleh ma syarakat, maka permintaan efektif (oleh sektor rumah tangga dan sektor produsen) di pasar barang menjadi lena/u besar dibanding dengan nilai output yang tersedia di pasar. Yang perlu diingat di sini adalah bahwa besar kecilnya permintaan efektif (total) sangat tergan tung pada keputusan para konsumen (rumah tan gga) men genai besar pen geluaran konsumsinya dan keputusan para produsen men genai besarnya in vest asi yang mereka in gin Iaksanakan dalam periode tersebut
Mengenai keputusan pengeluaran konsumsi rumah-tangga, Keynes berpendapat bahwa keputusan tersebut cukup stabil dan biasanya hanya berubah apabila tingkat pendapatan rumah-tangga berubah. Menurut ia (dan ini memang didukung oleh kenyataan), yang sulit diterka adalah perilaku produsen dalam pengeluaran investasinya. Oleh sebab itu, dalam praktek, gejolak pengeluaran investasi inilah yang sangat menentukan gejolak GDP (dan kesempatan kerja).
Seandainya pengeluaran investasi yang diinginkan para produsen (investor) ternyata lebih besar daripada dana yang ditabung oleh sektor rumah-tangga, maka mi berarti bahwa permintaan efektif lebih besar daripada nilai output yang tersedia. Dalam kasus kele bihan permintaan efektif ini, berapa besar kelebihan permintaan efektif dalam periode sekarang akan mengakibatkan kenaikan GDP dan berapa besar akan mengakibatkan kenaikan harga, tergantung pada tersedianya kapasitas produksi yang belum terpakai dalam masyarakat. Bila masih cukup banyak kapasitas produksi (pabrik pabrik) yang belum bekerja secara penuh, maka kelebihan permintaan efektif tersebut akan mengakibatkan kenaikan produksi (GDP) pada periode berikutnya tanpa menaikkan harga-harga (atau harga harga mungkin naik sedikit sekali). Tetapi apabila ternyata bahwa pabrik-pabrik sudah bekerja secara penuh, maka kelebihan permin taan efektif tersebut tidak bisa diimbangi dengan kenaikan produksi (GDP), sehingga kelebihan permintaan tersebut akan diterjemahkan seluruhnya menjadi kenaikan harga-harga atau inflasi.Berikut ini kita akan melihat secara garis besar kerangka analisis dan teori makro dan Keynes.
Pasar Uang
Teori makro Klasik mempunyai dasar filsafat bahwa perekonomian yang didasarkan pada sistem bebas-berusaha (laissez faire) adalah self-regulating, artinya mempunyai kemampuan untuk kembali ke posisi keseimbangannya secara otomatis. OIeh sebab itu pemerintah tidak perlu campurtangan.
Di pasar barang sifat self-regulating ini dicerminkan oleh adanya proses yang otomatis membawa kembali ke posisi GDP yang menjamin full-employment, apabila karena sesuatu hal perekonomian tidak pada posisi ini. Landasan dan keyakinan ini adalah
(a)          berlakunya Hukum Say yang menyatakan bahwa: “Supply creates its own demand,” dan
(b)         anggapan bahwa semua harga fleksibel.
  1. Di pasar tenaga kerja, dalam jangka pendek hanya ada pengangguran sukarela. Tetapi pengangguran inipun hanya bersifat sementara, karena apabila harga-harga turun (termasuk tingkat upah), maka konsumsi dan produksi akan kembali lagi ke tingkat semula (yaitu tingkat full employment).
  2. Di pasar uang, kaum Klasik mempunyai Teori Kuantitas, yang menyatakan bahwa permintaan akan uang adalah proporsional dengan nilai transaksi yang dilakukan masyarakat. Di pasar mi ditentukan tingkat harga umum; apabila jumlah uang yang beredar (penawaran akan uang) naik maka tingkat harga pun naik.
Dalam sistem standar kertas, tidak ada proses otomatis yang menstabilkan tingkat harga. Di sini kaum Kiasik melihat satu-satunya peranan makro pemerintah, yaitu mengendalikan jumlah uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan transaksi masyarakat.
Di dalam sistem standar emas, ada mekanisme otomatis yang menjamin kestabilan harga. Di sini peranan pemeriniah tidak dianggap perlu. Karena jumlah uang (emas) yang beredar otomatis menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Di pasar luar negeri, mekanisme otomatis menjamin keseimbangan neraca perdagangan melalui:
(a) mekanisme Hume, dalam sistem standar emas, atau
(b) mekanisme kurs devisa mengambang, dalam sistem standar kertas.
Sementara itu Campur tangan pernerintah tidak diperlukan. Penjelasan tentang pasar uang dapt dijelaskan sebagai berikut :
  1. Pasar uang adalah pertemuan antara permintaan akan uang dengan penawaran akan uang. Permintaan akan uang adalali kebutuhan masyarakat akan uang tunai untuk menunjang k giatan ekonominya. Sedangkan penawaran akan uang adalah jumlah uang yang disediakan oleh pemerintah dan bank-banl yaitu seiuruh uang kartal dan uang giral yang beredar.
  2. Menurut Keynes, permintaan akan uang bersumber pada 3 macam kebutuhan akan uang: (a) kebutuhan transaksi, (b) kebutuhan berjaga-jaga dan (c) kebutuhan spekulasi. Ketiga macan kebutuhan ini disebut 3 alasan mengapa orang memerlukan uang.
  3. Permintaan akan uang untuk transaksi ditentukan oleh(a) vol me output yang ditransaksikan (yaitu GDP nil) dan (b) tingkai harga umum. Dalam hal mi Keynes tidak berbeda dengan kaum Klasik, Pasar uang untuk berjaga-jaga relatif kecil.
  4. Permintaan untuk spekulasi (yang membedakan teori Key dengan teori Kuantitas) adalah permintaan akan uang tunai un tuk tujuan memperoleh keuntungan. Caranya adalah dengan “berspekulasi” dalam pasar obligasi (surat berharga). Apabila harga obligasi diharapkan untuk naik di masa mendatang, mak orang akan membeli obligasi dengan uang tunainya han in un berarti uang tunai yang saat mi ia ingin pegang (untuk tujual spekulasi) berkurang. Sebaliknya, apabila harga obligasi diha rapkan turun, maka permintaannya akan uang tunai saat ini bertambah lebih senang menjual obligasi yang ia pegang memperoleh atau memegang uang tunai sekarang.
  5. Hubungan antara harga obligasi dan tingkat bunga yang berla ku adalah berkebalikan. Harga obligasi naik sama saja artiny dengan tingkat bunga turun. Sebaliknya, harga obligasi turun berarti tingkat bunga naik.
  6. Bila harga obligasi diharapkan naik, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dianggap terlalu rendah. Bila harga obliga harapkan turun, ini berarti bahwa harga obligasi saat ini dengan harga tertinggi.
Kebijaksanaan Moneter
Kebijakan moneter adalah tindakan pemerintah (atau bank sentral) untuk mempengaruhi situasi makro yang dilaksanakan melalui pasar uang. Ini adalah definisi umum dari kebijakan moneter yang bisa diartikan sebagai tindakan makro pemerintah dengan cara mempengaruhi proses penciptaan uang.Dengan mempengaruhi proses penciptaan uang, pemerintah bisa mempengaruhi :
  1. jumlah uang beredar.
  2. tingkat bunga yang berlaku dipasar uang. Melalui tingkat bunga pemerintah bisa mempengaruhi :
    1. pengeluaran investasi
    2. tingkat harga (P) dan GDP
Di sini kita menyoroti mata rantai yang pertama, yaitu antara kebijaksanaan moneter dengan M Khususnya kita menanyakan tindakan-tindakan apakah yang bisa dilakukan Pemerintah (bank sentral) untuk mempengaruhi M (uang beredar)
Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu merangkum kesimpulan-kesimpulan pokok mengenai proses penciptaan uang di atas. Pertama, kita simpulkan bahwa jumlah uang beredar (Ms) ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
(a) besarnya jumlah uang inti (H) yang tersedia, dan
(b) besarnya koefisien pelipat uang,
Kedua, kita simpulkan bahwa besarnya uang inti dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu:
(a) keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit)
(b) keadaan APBN (surplus atau defisit)
(c) perubahan kredit langsung Bank Indonesia
(d) perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Secara umum kita mengatakan bahwa pemerintah bisa mempengaruhi Ms apabila pemerintah bisa mempengaruhi nilai pelipat uang dan/atau jumlah uang inti.
Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi Ms adalah apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk mempengaruhi variabel-variabel di sebelah kanan persamaan (8) ini. Man kita lihat satu per satu. Kita sebutkan di atas bahwa u (= K/Ms) tidak ditentukan oleh pemerintah, tetapi diputuskan oleh masyarakat. Tetapi sebenarnya pemerintah masih bisa mempengaruhi uang secara tidak langsung. Misalnya apabila bank-bank pemerintah rneningkatkan bunga yang dibayar kan untuk deposito atau giro, maka kemugkinan uang menurun (artinya, orang lebih suka memegang uang giral daripada uang kartal). Dengan demikian money multiplier naik dan M naik. Dalam hal ini kita mengatakan bahwa tingkat bunga untuk deposito dan giro adalah instrumen kebijaksanaan moneter yang bisa digunakan pemerintah untuk mempengaruhi M lewat u.
Bagaimana dengan v (= R/D)? Kita singgung di atas bahwa selain itu pemerintah bisa mempengaruhi v melalui penentuan cash-ratio atau reserve requirement. Apabila pemerintah ingin mengekang M pemerintah bisa meningkatkan cash-ratio. sehingga v meningkat, yang selanjutnya akan memperkecil nilai koefisien pelipat uang. Sebaliknya, cash-ratio bisa diturunkan apabila pemerintah menginginkan untuk memperbesar M Oleh sebab itu cash-ratio kita katakan pula sebagai suatu instrumen kebijaksanaan moneter.
Sebenarnya pemerintah masih bisa mempengaruhi v (jumlah Uang Giral)  dengan cara lain, yaitu dengan mempengaruhi excess reserve yang dipegang bank. Bagaimana caranya? Satu cara utama adalah dengan mengubah tingkat bunga yang dikenakan oleh bank sentral atas pinjaman yang diberikannya kepada bank-bank. (Ingat bank sentral adalah “banknya bank” atau bankers’ bank, artinya ia bisa memberikan pinjaman kepada bank-bank apabila mereka membutuhkan tam bahan likuiditas). Untuk pinjaman semacam ini bank-bank harus membayar bunga. Tingkat bunga ini dikenal dengan nama discount rate.
Apabila discount rate dinaikkan maka bank-bank cenderung untuk menambah excess reservenya, sebab mereka tidak ingin terlalu mengandalkan dana bank sentral untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang tak terduga karena cara itu menjadi terlalu mahal. Akibatnya v (jumlah Uang Giral)   meningkat dan pelipat uang menurun. Sebaliknya, apabila discount rate ( pengurangan rata-rata) rendah, maka bank merasa cukup aman memegang excess reserve yang kecil, karena sewaktu-waktu mereka memerlukan dana untuk mengatasi masalah likuiditasnya mereka bisa memperoleh dana bank sentral dengan biaya murah. Akibatnya v (jumlah Uang Giral)  turun, sehingga pelipat uang meningkat. Jadi discount rate adalah juga instrumen ke bijaksanaan moneter bagi pemerintah (bank sentral).
Pemerintah bisa pula mempengaruhi Ms dengan cara mempengaruhi H (uang inti). Dengan cara: pemerintah bisa mempengaruhi neraca pembayaran Dengan menggalakkan ekspor (misalnya, dengan memberi ran sangan ekspor berupa penurunan pajak ekspor atau pemberian sertifikat Ekspor) dan mengurang impor. (misalnya dengan menaikkan bea masuk), pemerintah bisa menciptakan surplus neraca pembayaran. ini akan menambah uang inti yang tersedia di masyarakat, Sehingga Ms meningkat. Jadi pajak ekspor, Sertifikat Ekspor, bea masuk, adalah instrumen kebijaksanaan moneter.
Pemerintah bisa dengan lebih langsung mempengaruhi APBN . Apabila dikehendaki Ms meningkat, APBN bisa dibuat defisit. baliknya, apabila M dikehendaki turun, maka APBN harus dibuat surplus. Jadi, APBN adalah juga instrumen kebijaksanaan moneter. Demikian pula pemerintah bisa mempengaruhi M (uang bereedar) dengan mengendalikan kredit langsung dan kredit likuiditas bank sentralnya, misalnya dengan menetapkan batas maksimum yang bisa diberi n (credit ceiling) atau dengan menaikkan (atau menurunkan) tingkat bunga kredit bank.
Sebenarnya ada berbagai variasi instrumen lain yang bisa digunakan pemerintah untuk mempengaruhi Ms lewat baik money multiplier maupun jumlah uang inti. Apa yang kita sebutkan di atas ada beberapa instrumen-instrumen pokoknya. Kita tidak bicarakan instrumen-instrumen lain tersebut di sini, karena lebih cocok untuk bahas dalam Ekonomi Moneter.

KEBIJAKSANAAN FISKAL
Kebijaksanaan  fiskal adalah kebijaksanaan yang kedua dibidang pengendalian makro adalah. Kebijaksanaan moneter dan kebijaksanaan fiskal adalah dua kebijaksanaan yang merupakan alat utama bagi perencana ekonomi nasional untuk mengendalikan keseimbangan makro perekonomiannya. Keduanya  sangat erat berkaitan satu sama lain, sehingga dalam praktek yang sering dijumpai adalah kebijaksanaan fiskal yang juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi moneter atau kebijaksanaan moneter dengan konsekuensi-konsekuensi fiskal. Kebijaksanaan-kebijaksanaan semacam ini mungkin lebih cocok disebut ‘kebijaksanaan fiskal-moneter”.
Pembahasan ini diawali  mengenai hubungan antara APBN dan kebijaksanaan fiskal. Hal ini sejalan dengan pengertian umum bahwa kebijaksanaan fiskal adalah kebijaksanaan yang dilaksanakan lewat APBN. Dalam bagian selanjutnya kita akan meneliti apakah pengaruh dan suatu “kebijaksanaan fiskal”, yang dicerminkan oleh suatu struktur APBN tertentu, ter hadap perekonomian. Akhirnya kita akan mengambil sebuah contoh untuk menunjukkan bagaimana kita bisa memperkirakan pengaruh dan suatu kebijaksanaan fiskal dengan menggunakan aijabar sederhana.

2 komentar:

  1. Anggit. P/ 21208361/ 4EB02

    Makroekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Ekonomi makro dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk mempengaruhi target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian keseimbangan neraca yang berkesinambungan.

    BalasHapus
  2. Elin Septiana
    20208431
    4EB02


    Makro ekonomi merupakan studi tentang ekonomi secara keseluruhan. Mengenai kebijaksanaan-kebijaksanaan makro suatu negara. Karena dalam suatu negara pasti punya permasalahan makro seperti inflasi, pengangguran dan sebagainya. Hal inilah yang harus di minimalisir dengan adanya pengendalian makro. Agar perekonomian dapat bekerja dengan baik dan lancar serta seimbang.

    BalasHapus